Banyak riset menunjukkan, tingkat
obesitas di negara maju seperti Amerika Serikat cenderung lebih tinggi
ketimbang negara-negara berkembang seperti Indonesia. Tapi ternyata
anggapan itu keliru. Tingkat obesitas di Indonesia dan Amerika Serikat
ternyata tidak jauh berbeda.
Demikian disampaikan dr. Dyah Purnamasari Sulistianingsih, SpPD dari Divisi Metabolik Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) , saat acara seminar media dengan tema ‘Penyakit Kardiovaskuler Sebab Utama Tingginya Angka Kematian pada Penyandang Diabetes’, Kamis, (10/5/2012) kemarin, di Jakarta.
“Jadi jangan bilang kalau di AS itu tingkat obesitasnya lebih tinggi. Ternyata, studi menujukkan prevalensi obesitas di Indonesia dan AS memiliki kemiripan,” ujarnya.
Sebagai buktinya, Dyah mengatakan bahwa ia pernah melakukan sebuah penelitian untuk melihat proporsi obesitas di DKI Jakarta pada tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 67 persen warga Jakarta memiliki berat badan yang berisiko (overweight dan obesitas).
“Studi juga menemukan 95 persen wanita di Jakarta memiliki lingkar perut diatas normal dan hanya 5 persen yang lingkar perutnya masih normal. Sementara pada laki-laki 87 persen mengalami hipertensi,” ujarnya.
Kondisi tersebut lanjut Dyah, dapat berpotensi menimbulkan berbagai macam gangguan sindrom metabolik, yang bisa mengarah pada perkembangan penyakit seperti diabetes dan jantung. Menurut Dyah, dengan mengukur lingkar pinggang, seseorang sebenarnya sudah bisa memprediksi apakah dirinya berisiko atau tidak.
“Pada laki-laki, lingkar pinggang normal tidak boleh lebih dari 90 cm, sedangkan pada wanita tidak boleh lebih dari 80 cm,” terangnya.
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD, dari Divisi Metabolik dan Endokrin Departemen Penyakit Dalam FKUI. Menurutnya, anggapan bahwa orang bule atau ras kaukasia sebagai tolak ukur untuk obesitas kini sudah tidak berlaku lagi.
Demikian disampaikan dr. Dyah Purnamasari Sulistianingsih, SpPD dari Divisi Metabolik Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) , saat acara seminar media dengan tema ‘Penyakit Kardiovaskuler Sebab Utama Tingginya Angka Kematian pada Penyandang Diabetes’, Kamis, (10/5/2012) kemarin, di Jakarta.
“Jadi jangan bilang kalau di AS itu tingkat obesitasnya lebih tinggi. Ternyata, studi menujukkan prevalensi obesitas di Indonesia dan AS memiliki kemiripan,” ujarnya.
Sebagai buktinya, Dyah mengatakan bahwa ia pernah melakukan sebuah penelitian untuk melihat proporsi obesitas di DKI Jakarta pada tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 67 persen warga Jakarta memiliki berat badan yang berisiko (overweight dan obesitas).
“Studi juga menemukan 95 persen wanita di Jakarta memiliki lingkar perut diatas normal dan hanya 5 persen yang lingkar perutnya masih normal. Sementara pada laki-laki 87 persen mengalami hipertensi,” ujarnya.
Kondisi tersebut lanjut Dyah, dapat berpotensi menimbulkan berbagai macam gangguan sindrom metabolik, yang bisa mengarah pada perkembangan penyakit seperti diabetes dan jantung. Menurut Dyah, dengan mengukur lingkar pinggang, seseorang sebenarnya sudah bisa memprediksi apakah dirinya berisiko atau tidak.
“Pada laki-laki, lingkar pinggang normal tidak boleh lebih dari 90 cm, sedangkan pada wanita tidak boleh lebih dari 80 cm,” terangnya.
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD, dari Divisi Metabolik dan Endokrin Departemen Penyakit Dalam FKUI. Menurutnya, anggapan bahwa orang bule atau ras kaukasia sebagai tolak ukur untuk obesitas kini sudah tidak berlaku lagi.
“Peta obesitas kita ternyata sudah melebihi beberapa negara di Eropa,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika dibandingkan beberapa negara Eropa seperti
Portugal, Spanyol dan Jerman, tingkat obesitas masyarakat di Indonesia
cenderung lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan pengaruh lifestyle, tingkat aktivitas yang cenderung sedentary (tidak aktif) dan asupan makanan yang berubah dari menu tradisional ke makanan siap saji.
Berikut ini akan diberikan beberapa paparan penyebab berat badan mudah naik atau obesitas, diantaranya :
1. Hipotiroid
Hipotiroid atau kadar tiroid yang
rendah. Kadar tiroid yang rendah juga dapat menjadi pemicu berat badan
seseorang mudah naik, yang umumnya banyak dialami oleh kaum wanita.
Seseorang yang kekurangan cairan tiroid dalam tubuhnya menyebabkan
lemak yang menumpuk dalam darah, susah dicairkan dan laju metabolisme
tubuh berjalan lamban.
Gejala gangguan tiroid adalah mudah
lelah, lesu, sering cemas, pembengkakan wajah, mata bengkak, rambut
rontok, kulit kering, penurunan produksi keringat, depresi, mudah lupa,
bicara terdengar lambat dan suara agak serak, sakit kepala, penurunan
libido, kesemutan di tangan dan kaki, infertilitas atau keguguran
berulang.
2. Kekurangan asam lemak esensial
Jika wanita kekurangan asam lemak
esensial ( lemak baik bagi tubuh ) yang dapat membantu menghasilkan dan
mempertambah hormon serta mempertahankan metabolisme tubuh pada wanita
berkurang maka akan membuat seorang wanita mengalami nafsu makan yang
meningkat untuk menambah lemak dalam tubuhnya. Terkadang seseorang
salah dalam memenuhi kebutuhan lemak tubuh sehingga mengakibatkan lemak
yang tidak diperlukan tubuh tertimbun dalam darah dan berat badan
menjadi naik.
3. Menopause
Jika seorang wanita memasuki masa
menopause atau sudah menopause akan mengalami penurunan dan perubahan
hormon, selama masa menopasuse secara tiba – tiba nafsu makan akan
meningkat drastis. Menopause juga memperlambat metabolisme yang
mengakibatkan lemak sulit terbakar yang mengakibatkan kenaikan berat
badan. Ditambah lagi jika pada masa menopause, kebanyakan wanita tidak
di imbangi dengan olahraga.
4. Sindrom Cushing atau gangguan kortisol yang terlalu tinggi
Sindrom Cushing adalah kondisi ketka
terjadinya produksi hormon kortisol yang berlebihan sehingga
mneyebabkan akumulasi lemak terutama pada bagian wajah, perut dan
pundak bertambah lebar, kecuali tangan dan kaki tetap langsing. Keadaan
seperti inilah yang bertanggung jawab dengan tingkat kortisol yang
semakin meningkatnya kenaikan berat badan terutama pada bagian perut.
Efek negatif dari meningkatnya jumlah
kortisol membuat otot-otot tubuh cepat merasa lelah dan lemah, kulit
tipis, luka yang lama sembuh, mudah memar, tekanan darah tinggi, kadar
glukosa yang tidak terkendali, stretch mark ( sejenis selulit )
berwarna ungu pada bagian perut, menstruasi tidak teratur, rambut
rontok dan lain sebagainya.
5. Pengobatan
Jika seorang wanita yang sedang
menjalani program KB dengan Pil KB, biasanya mempengaruhi siklus
menstruasi menjadi tidak beraturan. Obat pil KB sangat berpengaruh pada
peningkatan nafsu, obat-obat steroid, anti peradangan, anti depresan
dan obat diabetes juga menjadi pemicu kenaikan berat badan wanita yang
kadang tidak dapat dijelaskan.
6. Penyakit serius
Pada umumnya bila seseorang memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus, ginjal, penyakit liver/hati
memiliki nafsu makan yang cukup drastic sehingga menyebabkan tubuh
menyimpan banyak cairan lalu timbul efek seperti bengkak pada mata dan
pergelangan kaki. Penyakit kista ovarium dan getah bening juga bisa
menyebabkan kenaikan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
7. Ketidakseimbangan gula darah
Makanan dengan banyak kandungan gula
sering kita temui dan konsumsi, sebut saja nasi, cokelat, minuman dan
makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Memang pada dasarnya tubuh
membutuhkan karbohidrat yang akan dibakar dalam pencernaan tubuh
menjagi glukosa, Glukosa itulah yang menjadi sumber energi serta hormon
insulin yang bertugas menyimpan gula dengan benar. Tetapi makanan yang
banyak mengandung gula sering membuat seseorang ketagihan, sehingga
hormon insulin sulit mengatur kadar gula dalam darah. Alhasil berat
tubuh bertambah
Komentar